Jakarta - Data Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menyebutkan, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 63 juta jiwa.
Indonesia sendiri kini menempati peringkat delapan besar dunia dalam penggunaan internet dan nomor empat terbesar di Asia.
Untuk dunia, peringkat pertama diduduki oleh China, disusul Amerika Serikat, India, Jepang, Brasil, Rusia, Jerman, Indonesia, Inggris, dan Prancis. Sedangkan di Asia, China lagi-lagi menempati posisi pertama, disusul Jepang, Korea Selatan, Indonesia, Vietnam, dan Thailand.
Sementara untuk pengguna jejaring sosial Facebook, Indonesia telah mencapai 51 juta orang atau keempat terbesar di dunia, dan pengguna Twitter mencapai 29,4 juta atau terbesar nomor lima di dunia.
Fakta tersebut menunjukkan betapa masyarakat Indonesia sedemikian akrabnya dengan dunia maya.
Sayangnya, pemanfaatan internet sehat dan berprespektif hak asasi manusia (HAM), kata Direktur Eksekutif Elsam, Indriaswati Dyah Saptaningrum, belum dirasakan jutaan pengguna internet tersebut. Kondisi ini tentu saja membuatnya prihatin.
Banyaknya kasus-kasus yang berkaitan dengan penggunaan internet, seperti kriminalisasi pengguna, pemblokiran dan penyaringan situs yang dilakukan secara ilegal, dan kejahatan cyber, lanjut dia, sudah seharusnya menjadi pertimbangan penting dalam perumusan tata kelola internet
"Pemerintah dan pebisnis mempunyai target percepatan internet, tapi belum ada regulasi serius yang mengurus dampaknya seperti apa. Misalnya saja soal perlindungan data pribadi, dan praktik jual beli data untuk produk-produk tertentu," ujar Indriaswati, di Jakarta, Jumat (1/3).
Hal senada dikemukakan pula oleh Direktur Jenderal Aplikasi dan Telematika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ashwin Sasongko Sastrosubroto. Ia mengakui, perkembangan informasi teknologi berkembang cepat bahkan mendahului pembuatan undang-undang yang mengaturnya.
"Untuk itulah norma-norma internet sehat perlu kita tanamkan sejak kecil. Sosialisasi internet sehat dan aman perlu dilakukan melalui pengajaran volunter dan tidak hanya pemerintah yang lakukan sendirian," ucapnya.
Internet, katanya, telah memberikan kesempatan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya guna mencapai tujuan ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lainnya. Sebagai media sosial, internet membuka kesempatan bagi masyarakat sipil di Indonesia untuk mempengaruhi debat mengenai peristiwa atau kebijakan berskala nasional.
Selain itu, internet pun yang memiliki potensi positif bagi penggunanya. Namun, seiring besarnya pengguna internet, memunculkan banyak hal negatif. Kurangnya kebijakan dan program untuk meningkatkan akses internet, memunculkan kriminalisasi penyampaian pendapat secara online, censorship dan blocking yang dilakukan secara semena-mena, proteksi privasi yang tidak memadai, lemahnya regulasi terkait penanganan data, dan kekhawatiran atas isu pengawasan.
Indonesia sendiri kini menempati peringkat delapan besar dunia dalam penggunaan internet dan nomor empat terbesar di Asia.
Untuk dunia, peringkat pertama diduduki oleh China, disusul Amerika Serikat, India, Jepang, Brasil, Rusia, Jerman, Indonesia, Inggris, dan Prancis. Sedangkan di Asia, China lagi-lagi menempati posisi pertama, disusul Jepang, Korea Selatan, Indonesia, Vietnam, dan Thailand.
Sementara untuk pengguna jejaring sosial Facebook, Indonesia telah mencapai 51 juta orang atau keempat terbesar di dunia, dan pengguna Twitter mencapai 29,4 juta atau terbesar nomor lima di dunia.
Fakta tersebut menunjukkan betapa masyarakat Indonesia sedemikian akrabnya dengan dunia maya.
Sayangnya, pemanfaatan internet sehat dan berprespektif hak asasi manusia (HAM), kata Direktur Eksekutif Elsam, Indriaswati Dyah Saptaningrum, belum dirasakan jutaan pengguna internet tersebut. Kondisi ini tentu saja membuatnya prihatin.
Banyaknya kasus-kasus yang berkaitan dengan penggunaan internet, seperti kriminalisasi pengguna, pemblokiran dan penyaringan situs yang dilakukan secara ilegal, dan kejahatan cyber, lanjut dia, sudah seharusnya menjadi pertimbangan penting dalam perumusan tata kelola internet
"Pemerintah dan pebisnis mempunyai target percepatan internet, tapi belum ada regulasi serius yang mengurus dampaknya seperti apa. Misalnya saja soal perlindungan data pribadi, dan praktik jual beli data untuk produk-produk tertentu," ujar Indriaswati, di Jakarta, Jumat (1/3).
Hal senada dikemukakan pula oleh Direktur Jenderal Aplikasi dan Telematika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ashwin Sasongko Sastrosubroto. Ia mengakui, perkembangan informasi teknologi berkembang cepat bahkan mendahului pembuatan undang-undang yang mengaturnya.
"Untuk itulah norma-norma internet sehat perlu kita tanamkan sejak kecil. Sosialisasi internet sehat dan aman perlu dilakukan melalui pengajaran volunter dan tidak hanya pemerintah yang lakukan sendirian," ucapnya.
Internet, katanya, telah memberikan kesempatan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya guna mencapai tujuan ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lainnya. Sebagai media sosial, internet membuka kesempatan bagi masyarakat sipil di Indonesia untuk mempengaruhi debat mengenai peristiwa atau kebijakan berskala nasional.
Selain itu, internet pun yang memiliki potensi positif bagi penggunanya. Namun, seiring besarnya pengguna internet, memunculkan banyak hal negatif. Kurangnya kebijakan dan program untuk meningkatkan akses internet, memunculkan kriminalisasi penyampaian pendapat secara online, censorship dan blocking yang dilakukan secara semena-mena, proteksi privasi yang tidak memadai, lemahnya regulasi terkait penanganan data, dan kekhawatiran atas isu pengawasan.
Penulis: R-15/RIN
Sumber:Suara Pembaruan
No comments:
Post a Comment