Musa Widyatmodjo
INDONESIA menjadi negara yang memiliki banyak fashion week. Namun akankah hal ini menunjang perkembangan fesyen secara nyata?
Lazimnya di negara-negara yang industri fesyennya sudah maju, ajang fashion week diadakan untuk memamerkan koleksi setiap musimnya. Namun hal ini tidak terjadi di Indonesia.
Sebagai negara tropis, Indonesia tidak mengenal empat musim. Sehingga tidak ada aturan baku, kapan desainer harus memamerkan koleksinya. Yang marak terjadi, berbagai pihak seakan berlomba-lomba untuk menggelar ajang fashion week.
“Sebenarnya sekarang fashion week yang ada di Indonesia sangat berbeda dengan di luar negeri,” kata desainer Musa Widyatmodjo saat perbincangan eksklusif dengan Okezone di acara Rinura Fashion Show di Epicentrum Walk, belum lama ini.
Menurut Musa, masing-masing penyelenggara belum mengerti esensi sebenarnya dari pekan fesyen tersebut. Ajang ini pun seakan hanya menjadi euphoria bagi desainer untuk menunjukkan koleksi terbarunya.
“Yang saya tidak mengerti, ada universitas yang juga menggelar fashion week. Saya bingung, apakah universitas ini juga akan menjadi industri fesyen yang komersil atau hanya sekadar pamer koleksi saja?” tandas desainer senior ini.
Pria kelahiran Jakarta, 13 November ini mengatakan bahwa fesyen tidak hanya sekadar baju-baju mahal dan indah. Sementara itu, pekan fashion week yang seakan berkejar-kejaran ini membuat para desainer sibuk menyiapkan koleksi untuk ajang lainnya.
“Kalau sudah begini, ujung-ujungnya pamer koleksi yang sama, hanya sedikit ditambah saja,” tutur Musa.
“Fashion is a commertial art, kalau tidak laku dijual, bagaimana desainernya mau bikin karya yang baru?” kata pemilik tiga lini busana ini.
Menanggapi efektifitas fashion week pada industri fesyen, Musa menuturkan, “Kalau memang mau menggelar fashion week, pelajari dengan benar. Sebab tidak semua peragaan busana bisa disebut fashion week.” (ina)
(tty)
Lazimnya di negara-negara yang industri fesyennya sudah maju, ajang fashion week diadakan untuk memamerkan koleksi setiap musimnya. Namun hal ini tidak terjadi di Indonesia.
Sebagai negara tropis, Indonesia tidak mengenal empat musim. Sehingga tidak ada aturan baku, kapan desainer harus memamerkan koleksinya. Yang marak terjadi, berbagai pihak seakan berlomba-lomba untuk menggelar ajang fashion week.
“Sebenarnya sekarang fashion week yang ada di Indonesia sangat berbeda dengan di luar negeri,” kata desainer Musa Widyatmodjo saat perbincangan eksklusif dengan Okezone di acara Rinura Fashion Show di Epicentrum Walk, belum lama ini.
Menurut Musa, masing-masing penyelenggara belum mengerti esensi sebenarnya dari pekan fesyen tersebut. Ajang ini pun seakan hanya menjadi euphoria bagi desainer untuk menunjukkan koleksi terbarunya.
“Yang saya tidak mengerti, ada universitas yang juga menggelar fashion week. Saya bingung, apakah universitas ini juga akan menjadi industri fesyen yang komersil atau hanya sekadar pamer koleksi saja?” tandas desainer senior ini.
Pria kelahiran Jakarta, 13 November ini mengatakan bahwa fesyen tidak hanya sekadar baju-baju mahal dan indah. Sementara itu, pekan fashion week yang seakan berkejar-kejaran ini membuat para desainer sibuk menyiapkan koleksi untuk ajang lainnya.
“Kalau sudah begini, ujung-ujungnya pamer koleksi yang sama, hanya sedikit ditambah saja,” tutur Musa.
“Fashion is a commertial art, kalau tidak laku dijual, bagaimana desainernya mau bikin karya yang baru?” kata pemilik tiga lini busana ini.
Menanggapi efektifitas fashion week pada industri fesyen, Musa menuturkan, “Kalau memang mau menggelar fashion week, pelajari dengan benar. Sebab tidak semua peragaan busana bisa disebut fashion week.” (ina)
(tty)
No comments:
Post a Comment